Hari Anak Nasional (HAN) baru saja diperingati satu hari yang lalu (11 Agustus). Diperingati dengan seremonia rutin, kita mungkin belum lupa proses peradilan kasus kematian Angeline di Bali belum selesai. Namun kekerasan serupa nyaris menimpa AL (6) di Gresik yang disiksa oleh bibinya lantaran menggunakan cat kuku. Kasus kekerasan terhadap anak sepertinya masih cenderung berlangsung. Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2010-2014 mencapai 21,6 juta kasus. Sedangkan dari Januari hingga Mei 2015, KPAI sudah menerima 500 laporan kasus kekerasan terhadap anak
Setidaknya ada dua kondisi yang perlu diwaspadai kemudian. Pertama, anak korban kekerasan berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Kedua, tidak adanya perubahan persepsi dari pelaku kekerasan ketika usai menjalani masa hukum pidana dan kembali ke masyarakat. Jika tidak mendapatkan penanganan yang serius, kondisi ini akan menciptakan siklus kekerasan yang mengancam generasi penerus bangsa.
Baik korban maupun pelaku sama-sama membutuhkan pendampingan dan konseling. Jika pemerintah dan masyarakat telah menaruh perhatian besar dalam penanganan korban kekerasan terhadap anak, tidak demikian terhadap pelaku. Rehabilitasi sosial, kejiwaan, dan perilaku kepada para pelaku kekerasan terhadap anak masih minim. Akibatnya, kekerasan rentan terulang (Kompas, 24 Juli 2015).