Bebas aktif telah menjadi prinsip yang melekat dengan politik luar negeri Indonesia. Berawal dari pidato Muhammad Hatta pada 2 September 1948, politik bebas aktif dijabarkan Hatta secara rinci dalam tulisan Indonesia’s Foreign Policy yang dimuat dalam jurnal Foreign Affairs pada 1951. Prinsip ini dimaksudkan agar Indonesia tidak menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan menjadi subjek yang berhak menentukan sikap dan tujuan sendiri.
Mohammad Hatta menyebut Pancasila sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Kelima sila yang termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut mengatakan, bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas politik liar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai filsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.
Mohammad Hatta menyebut Pancasila sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Kelima sila yang termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut mengatakan, bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas politik liar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai filsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.